Rabu, 27 Januari 2010

PERAN MAHASISWA dalam PROSES DEMOKRASI LOKAL

Peran Mahasiswa dalam Mengawal Proses Demokrasi Lokal

Oleh: Syamsul Wathoni1

Ambruknya rezim otoriter soeharto dibawah bendera orde baru dan kekuataan ABG (Abri, Birokrasi, Golkar) pada tahun 1998 mengantarkan republik pada sistem demokrasi yang sesungguhnya. Karena selama rezim ini berkuasa, demokrasi menjadi formalitas yang pada kenyataannya dimatikan. Demokrasi menjadi jargon dan perbincangan formal pemerintah akan tetapi dalam kenyataanya represif terhadap rakyat. Dibawah kepeloporan Mahasiswa, rezim yang pernah berkuasa 32 tahun ini runtuh bersamaan dengan sistem kekuasaan otoriter dan anti demokrasi.

Karena runtuhnya otoritarianisme rezim orde baru yang ditandai dengan runtuhnya nilai-nilai, kepercayaan publik, sakralitas kekuasaan, dan moralitas semu yang selama ini menjadi hantu menakutkan bagi rakyat untuk memandangnya. Nilai-nilai itu seakan runtuh bersamaan dengan ambrolnya benteng kekuasaan tiranik yang menguasai mental, tata pikir dan bahkan denyut nafas untuk berdemokrasi.
Pasca 1998, Indonesia memasuki masa transisi demokrasi dengan perubahan sistem politik dan kekuasaan. Diharapkan transisi yang berlangsung dalam kontestasi kekuasaan akhir-akhir ini menjadi semacam harapan untuk menuju pada kehidupan kenegaraan yang baik dan demokratis. Karena pada dasarnya demokrasi mengandaikan adanya:
a.Pemerintahan yang baik (Good Governance)
b.Pemilu yang demokratis
c.Independensi peradilan
d.Peran media bebas
e.Adanya kontrol masyarakat sipil
f.Dilindunginya hak warganegara
g.Desentralisasi kekuasaan (otonomi daerah)
Dari beberapa pilar tersebut, desentralisasi kekuasaan atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah menjadi faktor penting dimana rakyat akan semakin dekat dengan pembuat kebijakan.
Melalui UU 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU 32 tahun 2004 lahirlah kebijakan otonomi daerah. Dalam kebijakan tersebut pemerintahan daerah (Kepala daerah dan DPRD) mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dan juga mengeluarkan kebijakan selain dalam bidang agama, moneter, fiskal, politik luar negeri dll.
Namun begitu, setelah 5 tahun berjalan. Kebijakan otonomi daerah ini tidak kunjung membuahkan hasil sesuai dengan tujuannya. Otonomi daerah tidak memberi ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Hal ini semakin menjadi pada saat otonomi daerah sebagai proyek desentralisasi kekusaan yang seharusnya menjadi agenda utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonominya dan membangkitkan keberdayaan masyarakat untuk mandiri, ternyata sayup-sayup mulai mengarah berkebalikan. Munculnya raja-raja kecil dan hadirnya watak tiranik plus koruptif mulai muncul. Otonomi menjadi proyek untuk mensejahterakan pejabat daerah dan secara tidak langsung akan semakin menindas rakyat. Perselingkuhan antara eksekutif dan legislatif-pun tak terhindarkan.
Kasus korupsi di eksekutif maupun legislatif daerah yang marak akhir-akhir ini menjadi bukti bahwa ternyata otonomi daerah diselewengkan. Penyelewengan anggaran daerah oleh pejabat publik dan DPRD menjadi yang biasa. Karena kontrol masyarakat untuk mendorong pemerintahan yang bersih juga lemah.
Peran mahasiswa dalam demokrasi Lokal
Alexis de Tocquile, salah seorang penggagas ide civil society pernah berkata bahwa “Setiap generasi adalah manusia baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari kemampuan dan mengembangkan karakter publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi. Sikap mental ini harus ditanamkan dan dibiasakan melalui bahasa dan kajian serta keteladanan. Lebih lanjut, demokrasi bukanlah mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya, tapi harus selalu direproduksi dari generasi ke generasi. Karena dengan begitulah, kehidupan berbangsa, bernegara atau berwarganegara akan berlangsung dengan baik. Karena dengan adanya landasan yang riil tentang apa yang disebut sebagai sebuah cita-cita bersama yang juga sebagai rumusan dari istilah good society yang diidealisasikan.
Dan tentu saja, berjalannya demokrasi akan menjadi mulus apabila sistem kenegaraan juga berlangsung baik serta nilai yang tertanam dibenak masing-masing warganya telah tertata dengan rapi. Karena jika sebuah sistem kenegaraan berlangsung secara amburadul disertai oleh rapuhnya moral sosial. Maka jangan sekali-kali berharap, masyarakat akan memiliki nilai moral dan komitmen yang baik untuk menjadi warganegara yang sesungguhnya. Idealitas ini perlu dalam rangka membuyarkan angan-angan tentang jenuhnya pikiran kita disaat melihat tingkah laku kekuasaan serta managemen kenegaraan kita saat ini.
Dengan kata lain, mahasiswa yang disebut-sebut sebagai agen of change harus selalu bergerak untuk melakukan aksi massa rakyat. Hal ini harus terus dilakukan untuk membangun tradisi demokrasi. Karena diakui atau tidak, pasca 1998 gerakan mahasiswa tercerai beraai oleh serpihan-serpihan kepentingan politik dan golongan yang memecah konsentrasi untuk mendorong demokratisasi. Bahkan yang paling sering terjadi adalah, mahasiswa menjadi alat dari kepentingan politik untuk berpihak pada salah satu golongan. Maka tidak bisa disalahkan jika gerakan mahasiswa hanya bersifat sporadis untuk menyikapi permasalahan strategis yuang sifatnya nasional.
Maka dari itu peran strategis yang bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam mendorong demokrasi lokal adalah sebagai berikut:
1.Melakukan kontrol terhadap pemerintahan daerah
Bagaimanapun juga, kekuasaan cenderung korup! Maka dari itu Mahasiswa harus mengambil peran kontrol terhadap semua aspek kebijakan pemerintah
2.Melakukan advokasi kebijakan publik
Melakukan advokasi terhadap kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat merupakan aspek penting yang harus dilakukan mahasiswa
3.Melakukan pendidikan politik kepada masyarakat
Pendidikan politik merupakan syarat mutlak untuk menguatkan peraan masyarakat. Selama ini masyarakat buta politik sehingga tidak tahu-menahu urusan kebijakan yang berkaitan dengan persoalan mereka.
4.Mendorong Good governance
Pada dasarnya pemerintahan yang baik ditopang oleh 3 hal:
a.Transparansi kebijakan
b.Partisipasi Masyarakat
c.Akuntabilitas pemerintahan
5.Melakukan aksi refleksi
Untuk menguatkan peran kontrol terhadap pemerintah, Mahasiswa harus melakukan refleksi terhadap semua disiplin ilmu dan persoalan-persoalan masyarakat. Dengan arti kata mahasiswa harus mempunyai displin ilmu humaniora yang memadai dan alat baca terhadap persoalan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar